Kamis, 22 Desember 2011

Sang Itik Yang Buruk Rupa

Hans Christian Anderson
Tahun 1980

        Saat itu adalah musim panas yang menyenangkan di desa, jagung yang keemasan, gandum yang hijau, dan timbunan rumput kering bertumpuk di padang pasir terlihat indah. Burung bangau berjalan dengan kakinya yang panjang dan indah, sambil berbicara dalam bahasa Mesir yang diajarkan ibunya.
        Di sebuah tempat yang terang benderang terdapat sebuah rumah petani, dan tidak jauh darinya dibawah tumbuhan Burdock, duduklah seekor itik yang sedang menunggu telur-telurnya menetas. Dia sudah mulai kelelahan karena itik-itik muda tersebut mebutuhkan waktu yang lebih lama untuk keluar dari cangkang telur dan karena beberapa tamu datang menjenguknya. Akhirnya satu-persatu cangkang telur tersebut menetas, dan mahkluk hidup yang keluar tersebut bersuara "kwek, kwek." Itik-itik kecil tersebut saling berpandangan dan berkata "Dunia ini sungguh luas." "Apakah kalian pikir ini adalah seluruh dunia?"tanya sang induk. Tunggulah sampai kalian melihat kebun, dunia terbentang luas diluar kebun sampai ke padang rumput milik sang pendeta.
        "Baiklah bagaimana keadaanmu?"kata seekor itik tua yang datang mengunjungi si induk itik. "Telur yang paling besar masih belum menetas,"kata sang induk. "Coba saya lihat telur yang belum menetas itu," kata sang itik tua. "Ya, seperti yang sudah saya kira, ini adalah telur burung kalkun, dan saran saya, tinggalkan telur itu, dan ajarlah anak-anakmu yang lain berenang." "Saya rasa saya akan mengeraminya lebih lama," kata sang induk itik. 
        Akhirnya telur yang paling besar itu menetas, dan keluarlah seekor itik muda. Itik tersebut sangat besar dan sangat buruk rupa. "Kita akan mengetahui apakah dia itu burung kalkun ketika kita pergi ke sungai," kata sang induk itik. Esok harinya anak-anak itik itu dibawa ke sungai, dan satu-persatu meloncat masuk mengikuti sang induk, dan berenang dengan cukup mudah, begitupun dengan sang itik buruk rupa.
        "Dia bukan burung kalkun," kata sang induk. "Dia anakku dan jika kau mengamatinya dengan seksama, dia tidak terlalu buruk rupa," kata sang induk. Kemudian, itik-itik muda tersebut dibawa ke pekarangan petani untuk diperkenalkan. "Lebarkan jari-jari kaki kalian dan bentangkan kaki kalian dengan lebar," kata sang induk. Anak-anak itik tersebut, melakukan apa yang diperintahkan, tapi itik-itik yang ada di pekarangan memandangi mereka, dan salah seekor itik terbang menuju ke itik buruk rupa itu dan mematoki lehernya. "Itik itu sangat besar dan sangat buruk rupa," kata itik jahat tersebut.
        Hari demi hari berlalu, sang anak itik malang tersebut yang keluar dari cangkang telur terakhir merasa sangat menderita karena dia buruk rupa. Dia dihina oleh semua, dan bahkan sang induk menyesali bahwa dia pernah dilahirkan. Dan akhirnya dia terbang melewati pagar dan menakuti burung-burung kecil di kandang. "Mereka semua ketakutan karena saya sangat buruk rupa" katanya, dan dia terus terbang sampai di padang dimana "Dia dihina oleh semua" itik-itik liar hidup, dan itik-itik tersebut mendatanginya dan berkata "Itik jenis apakah kamu? Kamu sangat buruk rupa, tapi tidak jadi masalah selama kamu tidak menikahi salah satu dari kami." itik yang malang. Dia tidak berpikir untuk menikah, yang dia inginkan hanyalah tinggal di alang-alang padang.
        Ketika dia sudah disana selama dua hari, datanglah dua ekor angsa liar, mereka masih sangat muda dan cakap. "Kami sangat menyukaimu," kata mereka "karena kamu sangat buruk rupa, jika kamu mau, kamu bisa pergi bersama kami ke padang yang lainnya yang tidak jauh dari sini. Ada beberapa angsa liar yang cantik disana, tidak ada satupun dari mereka yang sudah menikah." 
        "Dor, dor," terdengar di udara dan diantara kepanikan itu dua ekor angsa meninggal. Bunyi "dor, dor," terdengar dimana-mana, dimana-mana terdapat pemburu dan anjing. Itik yang malang itu sangat ketakutan, dan seekor anjing besar mendorong hidungnya cukup dekat dengan dia, tapi langsung mencebur ke dalam air. "Oh, untung saya sangat buruk rupa, sampai-sampai seekor anjingpun tidak mau menggigit saya," kata anak itik.
        Ketika hari sudah sangat larut akhirnya si anak itik bergegas meninggalkan padang. Tapi tak lama kemudian muncullah badai dan anak itik sangat susah untuk bertahan.Akhirnya dia menuju ke sebuah pondok. Pintunya tidak tertutup rapat sehingga sang anak itik masuk ke dalam dan berteduh semalam. Seorang wanita, seekor kucing dan seekor ayam betina tinggal di dalam pondok tersebut dan pada pagi harinya mereka menemukan sosok asing.
        "Oh, sungguh suatu kejutan," kata wanita tersebut, "saya harap saya bisa mendapatkan beberapa telur itik." Karena penglihatan wanita itu kabur maka dia mengira bahwa anak itik tersebut merupakan seekor itik besar. 
        Kucing dan ayam betina tersebut selalu mengganggap diri mereka yang terbaik di dunia. "Dapatkah kamu bertelur?" tanya ayam betina kepada anak itik. "Dapatkah kau mendengkur?" tanya kucing. 'Tidak', oleh karena itu kamu tidak berhak berpendapat. Akhirnya anak itik malang duduk di sudut dengan perasaan sedih dan ingin berenang. Ketika dia mengutarakan hal tersebut, mereka mengatakan bahwa anak itik malang itu tidak waras. "Ide yang konyol," kata ayam betina. "Tanyakan kepada si kucing, apakah dia ingin berenang, tanya kepada nyonya kami. Apa kau pikir dia ingin berenang atau menyelam. Saya anjurkan kamu belajar mendengkur atau bertelur secepatnya." 
        Tapi sang anak itik merasa bahwa dia harus pergi ke dunia luar lagi, maka dia meninggalkan pondok itu dan segera menemukan air, tapi semua binatang menghindarinya karena dia buruk rupa. Musim gugur datang, dan musim dingin mendekat. Burung gagak berdiri di pagar dan berkuak. 
        Hingga pada suatu senja datanglah kumpulan burung indah. Mereka adalah angsa. Anak itik belum pernah melihat angsa sebelumnya. Mereka mengeluarkan bunyi yang aneh ketika mereka terbang menyeberangi laut menuju negara yang lebih hangat. Ketika mereka terbang, anak itik merasakan sensasi yang sangat aneh. Dia berputar-putar di dalam air dan menangis sehingga membuat dia takut. Dia tahu dia tidak akan pernah melupakan burung-burung yang mempesona itu, dan berharap bahwa dia indah seperti mereka.
        Tapi cuaca sangat dingin dan dia terbaring beku di es. Seekor merak yang lewat melihat mahkluk yang malang itu dan membawa pulang dimana kehangatan menyadarkannya kembali. Anak itik ketakutan ketika anak-anak ingin bermain dengan dia, dan dalam ketakutan dia bergerak tidak teratur ke wajan susu dan kemudian ke tong tepung. Sang wanita memukulnya dengan penjepit tapi dia berhasil menyelamatkan diri melalui pintu yang terbuka.
        Semua kesengsaraan yang dialami itik kecil yang malang terlalu sedih untuk diceritakan. Dia terbangun di suatu pagi di suatu padang. Matahari bersinar dengan hangat dan dia merasa bahwa sayapnya kuat ketika dia terbang tinggi ke angkasa. Mereka membawanya ke sebuah taman yang besar. Suasana sekitar sangat indah karena ini adalah awal musim semi. Kemudian datang tiga ekor angsa yang rupawan berenang. "Aku akan terbang menuju burung yang menyerupai yang menyerupai raja itu," kata dia, "mungkin mereka akan membunuhku karena aku begitu buruk rupa dan aku berani mendekati mereka, tapi hal itu tidak masalah, lebih baik dibunuh oleh mereka daripada dipatoki bebek, dikejar ayam, dan diusir gadis yang memberi makan unggas, atau mati kedinginan dan kelaparan di musim dingin."
        Akhirnya dia terbang menuju air dan mendekati mahkluk yang indah tersebut. Begitu melihat sosok asing tersebut, angsa-angsa terbang mendekatinya dengan sayap yang terbentang.
        Anak itik yang malang itu menundukkan kepalanya menyangka dia akan mati. Tapi apa yang lihat dari dari air yang terpantul jernih?" Bayangan dia sendiri, tidak lagi seekor burung yang gelap, abu-abu dan jelek, melainkan seekor angsa yang anggun dan mempesona. Bagi seekor burung, tidak masalah asalkan dia dinetaskan dari sebuah telur angsa. Sekarang dia merasa bahagia telah menderita kesedihan dan masalah, karena dia menjadi lebih menikmati kesenangan dan kebahagiaan di sekitarnya. Angsa-angsa yang mempesona itu berenang mengitari si pendatang baru, dan menyambutnya dengan mengusap lehernya dengan paruh mereka.
        Tak lama lagi datanglah beberapa anak kecil ke taman dan melemparkan roti ke dalam air, dan mereka bertepuk-tangan kegirangan sambil berteriak. "Ada seekor angsa baru dan paling indah diantara semuannya, dia begitu muda dan manis."
        Burung yang bahagia itu tidak tahu harus berbuat apa, dia merasa sangat senang, tapi tidak merasa bangga. Dia selalu diperlakukan dengan buruk karena dia buruk rupa, dan sekarang dia mendengar bahwa dia burung yang paling indah. Dia menggerakkan bulu-bulunya dan membengkokkan lehernya yang indah dan dari dalam hatinya dia menjerit. "Aku tidak memimpikan kebahagiaan seperti ini ketika aku adalah seekor itik yang buruk rupa."

Pesan moral dari cerita sang itik yang buruk rupa :

Kita tidak pernah bisa memilih siapa orang tua kita, dalam keadaan bagaimana kita dilahirkan. Tapi yang pasti setiap orang itu unik karena masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan yang tidak sama satu dengan lainnya. Berbekal kelebihan tersebut kita diberi kesempatan untuk bisa merubah nasib dan meraih impian-impian kita. 

Posting yang Berhubungan Berdasarkan Kategori:



Tidak ada komentar:

Posting Komentar